16.2.11

Etimologi Kematian

Erich Fromm (1900-1980) mengkritik sindrom kehancuran dalam masyarakat industri modern (The Heart of Man: Its Genius for Good and Evil, 1964). Masyarakat seperti itu memuja-muja kekuatan dan kecepatan.
Organisasi sumber-sumber sosial dan ekonomi mengambil bentuk industri besar, produksi pabrik, dan konsentrasi pekerja di kota. Dalam industrialisme industrialisme yang menguasai kehidupan sehari-hari, manusia diperlakukan seperti sekrup mesin. Dalam masyarakat kebendaan, kemanusiaan mengalami reifikasi. Benda tidak perlu merupakan sesuatu yang hidup. 
Dua Naluri
 
Dalam observasinya, Fromm mempertentangkan sindrom kehancuran dan sindrom pertumbuhan. Sebelum itu, Sigmund Freud (1856-1939) mengategorikan naluri seksual dan naluri ego sebagai saling bertentangan, meski kedua macam naluri itu melayani kelangsungan hidup. Lalu, realitas buruk Perang Dunia I membuat Freud memodifikasi hipotesisnya. Naluri kehidupan dan naluri kematian adalah substansi kehidupan (Beyond the Pleasure Principle, 1920). 
Literatur Freudian mempertentangkan naluri kehidupan (eros) dan naluri kematian (sebagian orang menyebutnya thanatos). Ciri naluri kehidupan adalah penyatuan dan integrasi. Naluri kematian berciri pemisahan dan disintegrasi. Kehidupan harian menjadi ajang persaingan kedua naluri itu, yang dimenangi kematian. Kecenderungan destruktif biasanya dihubungkan karakter anal-sadistis. 
Polaritas naluri itu dikritik sebagai bertentangan dengan realitas normal. Menurut Fromm, meski orientasi patologis yang membentuk sindrom kehancuran adalah nekrofilia (cinta kematian), orientasi menyeluruh cara berada manusia adalah biofilia (cinta kehidupan) sebagai sindrom pertumbuhan. 
Tiap orang memiliki orientasi nekrofilia dan biofilia dengan intensitas berbeda. Jarang ditemui bentuk ekstrem orientasi nekrofilia yang termasuk kategori gila, yakni orang menghancurkan demi kehancuran dan membenci demi kebencian. Juga jarang ditemui biofilia murni seperti ditemui dalam diri orang kudus. 
Naluri kehidupan inheren dalam diri manusia, seperti dalam proses biologis, perilaku, dinamika emosi dan pikirannya. Orang mau hidup dan pada dasarnya mencintai kehidupan. Naluri kehidupan bentuk paling elementer orientasi biofilia. Insan biofilia secara spontan tertarik pada kehidupan. Ia tak perlu terpaksa berbuat baik, seperti sedang diawasi superego. Namun, tiap orang harus memilih bagi dirinya sendiri kebaikan atau keburukan, kehidupan atau kematian. 
Nekrofilia
 
Di antara pelbagai orientasi hidup, nekrofilia paling berbahaya. Bentuk ekstremnya, slogan “Hidup kematian!” Nekrofilia sebuah penyimpangan orientasi hidup. Mestinya orang hidup mencintai kehidupan, bukan kematian, pertumbuhan bukan kehancuran. Namun, insan nekrofilia memakai kekuatan untuk menghancurkan, bukan menghidupkan, membela kehidupan, atau mendorong pertumbuhan. 
Ketika kekuatan menjadi karakteristik cara berada, sadisme sudah dekat. Nekrofilia pun berkembang menjadi membunuh. Nekrofilia adalah esensi keburukan, akar kehancuran dan inhumanitas. Nekrofilia memberi kontribusi pada siklus kematian, terhentinya pertumbuhan, disintegrasi, dan kehancuran. 
Kekuatan yang terstruktur dalam suatu mekanisme sosial menyumbat aspirasi alternatif, membelenggu kebebasan, menghambat perkembangan, mengerdilkan potensi, menyeragamkan keragaman, melumpuhkan daya kreatif. Atas nama hukum, mayoritas bisa membungkam minoritas kreatif. Penghakiman mekanistis hitam-putih menutup mata terhadap kebenaran yang tak ditentukan dari paradigma mayoritas-minoritas.

Orientasi kultur kita cenderung nekrofilia, apakah itu kultur keseharian maupun politik. Karakteristik kultur nekrofilia adalah tidak peduli harkat manusia. Di Jakarta, mudah ditemui jalan raya berlubang besar dibiarkan berbulan-bulan. Lubang itu mencelakakan pengendara motor terutama di malam hari. 
Hingga kini korban Lapindo terus berjatuhan. Banyak warga tiba-tiba jatuh miskin dan kehilangan masa depan. Pengusaha bangkrut. Transportasi antarkota kacau. Kinerja perekonomian nasional terganggu. Kekuatan kapital dan kekuasaan tidak berpihak kepada korban. 
Kultur keseharian kita memuja kekerasan. Kita memberi diri dihibur dengan tontonan orang bergulat di layar televisi. Perkara kriminal yang sadis dan seluk-beluk pengungkapannya ditayangkan sebagai hiburan televisi. Tontonan yang menghambat perkembangan biofilia. 
Pemerintah belum mampu menjinakkan aksi main hakim sendiri. Kultur nekrofilia tampak dalam tawuran antarkampung, antarkelompok, bahkan yang tidak semestinya adalah antarpelajar dan antarmahasiswa. Pendukung massa kandidat kepala daerah melampiaskan kekecewaan dengan aksi vandalisme. 
Jika kultur nekrofilia dibiarkan berkembang tanpa mendekonstruksinya secara sistematis, peradaban bangsa akan hancur. Sekarang saja ada keraguan sebagian orang apakah bangsa Indonesia masih bisa disebut ramah dan toleran. Karena itu, mendesak pembangunan masyarakat biofilia yang menjunjung tinggi kehidupan. Dalam etika biofilia, yang baik adalah hormat kepada kehidupan, melayani kehidupan, memperluas kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan. 
Prakondisi sosial
 
Pemerintah bertanggung jawab membangun masyarakat biofilia, terutama dalam bidang penegakan hukum dan politik kesejahteraan. Yang paling jelas adalah pemerintah harus bertanggung jawab menyejahterakan rakyat. Akses kebutuhan minimum untuk hidup bermartabat harus terjamin. 
Karena itu, ketidakadilan harus dihapus. Kehidupan bermartabat tak berkembang dalam kondisi eksploitatif. Namun, kesejahteraan dan keadilan saja tidak cukup kondusif untuk perkembangan biofilia. Harus ada atmosfer yang kondusif bagi kebebasan “dari” dan “untuk”. Bukan hanya bebas dari penindasan, tetapi juga bebas untuk berkreasi, berimajinasi, berpetualang. 
Kebebasan yang tak melanggar kebebasan pihak lain untuk melakukan hal yang sama menuntut sikap aktif dan tanggung jawab. Tanpa kebebasan seperti itu, kreativitas warga tak berkembang. Maka, pemerintah wajib melindungi warga dari legislasi yang membatasi kebebasan secara berlebihan dan dalam jangka panjang menghasilkan anggota masyarakat bermental legalistis. 
Maka, pemerintah bertanggung jawab memberdayakan rakyat agar produktif dan tidak konsumtif. Rakyat harus difasilitasi dan diberi insentif untuk berproduksi. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab melindungi warga terutama kalangan buruh dari diperalat demi tujuan-tujuan lain di luar dirinya. Hidup dengan martabat adalah karakteristik masyarakat biofilia.

No comments :

Post a Comment