Erich
Fromm (1900-1980) mengkritik sindrom kehancuran dalam masyarakat
industri modern (The Heart of Man: Its Genius for Good and Evil, 1964).
Masyarakat seperti itu memuja-muja kekuatan dan kecepatan.
Organisasi
sumber-sumber sosial dan ekonomi mengambil bentuk industri besar,
produksi pabrik, dan konsentrasi pekerja di kota. Dalam industrialisme
industrialisme yang menguasai kehidupan sehari-hari, manusia
diperlakukan seperti sekrup mesin. Dalam masyarakat kebendaan,
kemanusiaan mengalami reifikasi. Benda tidak perlu merupakan sesuatu
yang hidup.
Dua Naluri
Dalam observasinya, Fromm mempertentangkan sindrom
kehancuran dan sindrom pertumbuhan. Sebelum itu, Sigmund Freud
(1856-1939) mengategorikan naluri seksual dan naluri ego sebagai saling
bertentangan, meski kedua macam naluri itu melayani kelangsungan hidup.
Lalu, realitas buruk Perang Dunia I membuat Freud memodifikasi
hipotesisnya. Naluri kehidupan dan naluri kematian adalah substansi
kehidupan (Beyond the Pleasure Principle, 1920).
Literatur
Freudian mempertentangkan naluri kehidupan (eros) dan naluri kematian
(sebagian orang menyebutnya thanatos). Ciri naluri kehidupan adalah
penyatuan dan integrasi. Naluri kematian berciri pemisahan dan
disintegrasi. Kehidupan harian menjadi ajang persaingan kedua naluri
itu, yang dimenangi kematian. Kecenderungan destruktif biasanya
dihubungkan karakter anal-sadistis.
Polaritas
naluri itu dikritik sebagai bertentangan dengan realitas normal.
Menurut Fromm, meski orientasi patologis yang membentuk sindrom
kehancuran adalah nekrofilia (cinta kematian), orientasi menyeluruh cara
berada manusia adalah biofilia (cinta kehidupan) sebagai sindrom
pertumbuhan.
Tiap
orang memiliki orientasi nekrofilia dan biofilia dengan intensitas
berbeda. Jarang ditemui bentuk ekstrem orientasi nekrofilia yang
termasuk kategori gila, yakni orang menghancurkan demi kehancuran dan
membenci demi kebencian. Juga jarang ditemui biofilia murni seperti
ditemui dalam diri orang kudus.
Naluri
kehidupan inheren dalam diri manusia, seperti dalam proses biologis,
perilaku, dinamika emosi dan pikirannya. Orang mau hidup dan pada
dasarnya mencintai kehidupan. Naluri kehidupan bentuk paling elementer
orientasi biofilia. Insan biofilia secara spontan tertarik pada
kehidupan. Ia tak perlu terpaksa berbuat baik, seperti sedang diawasi
superego. Namun, tiap orang harus memilih bagi dirinya sendiri kebaikan
atau keburukan, kehidupan atau kematian.
Nekrofilia
Di
antara pelbagai orientasi hidup, nekrofilia paling berbahaya. Bentuk
ekstremnya, slogan “Hidup kematian!” Nekrofilia sebuah penyimpangan
orientasi hidup. Mestinya orang hidup mencintai kehidupan, bukan
kematian, pertumbuhan bukan kehancuran. Namun, insan nekrofilia memakai
kekuatan untuk menghancurkan, bukan menghidupkan, membela kehidupan,
atau mendorong pertumbuhan.
Ketika
kekuatan menjadi karakteristik cara berada, sadisme sudah dekat.
Nekrofilia pun berkembang menjadi membunuh. Nekrofilia adalah esensi
keburukan, akar kehancuran dan inhumanitas. Nekrofilia memberi
kontribusi pada siklus kematian, terhentinya pertumbuhan, disintegrasi,
dan kehancuran.
Kekuatan
yang terstruktur dalam suatu mekanisme sosial menyumbat aspirasi
alternatif, membelenggu kebebasan, menghambat perkembangan, mengerdilkan
potensi, menyeragamkan keragaman, melumpuhkan daya kreatif. Atas nama
hukum, mayoritas bisa membungkam minoritas kreatif. Penghakiman
mekanistis hitam-putih menutup mata terhadap kebenaran yang tak
ditentukan dari paradigma mayoritas-minoritas.
Orientasi
kultur kita cenderung nekrofilia, apakah itu kultur keseharian maupun
politik. Karakteristik kultur nekrofilia adalah tidak peduli harkat
manusia. Di Jakarta, mudah ditemui jalan raya berlubang besar dibiarkan
berbulan-bulan. Lubang itu mencelakakan pengendara motor terutama di
malam hari.
Hingga
kini korban Lapindo terus berjatuhan. Banyak warga tiba-tiba jatuh
miskin dan kehilangan masa depan. Pengusaha bangkrut. Transportasi
antarkota kacau. Kinerja perekonomian nasional terganggu. Kekuatan
kapital dan kekuasaan tidak berpihak kepada korban.
Kultur
keseharian kita memuja kekerasan. Kita memberi diri dihibur dengan
tontonan orang bergulat di layar televisi. Perkara kriminal yang sadis
dan seluk-beluk pengungkapannya ditayangkan sebagai hiburan televisi.
Tontonan yang menghambat perkembangan biofilia.
Pemerintah
belum mampu menjinakkan aksi main hakim sendiri. Kultur nekrofilia
tampak dalam tawuran antarkampung, antarkelompok, bahkan yang tidak
semestinya adalah antarpelajar dan antarmahasiswa. Pendukung massa
kandidat kepala daerah melampiaskan kekecewaan dengan aksi vandalisme.
Jika
kultur nekrofilia dibiarkan berkembang tanpa mendekonstruksinya secara
sistematis, peradaban bangsa akan hancur. Sekarang saja ada keraguan
sebagian orang apakah bangsa Indonesia masih bisa disebut ramah dan
toleran. Karena itu, mendesak pembangunan masyarakat biofilia yang
menjunjung tinggi kehidupan. Dalam etika biofilia, yang baik adalah
hormat kepada kehidupan, melayani kehidupan, memperluas kehidupan,
pertumbuhan, dan perkembangan.
Prakondisi sosial
Pemerintah
bertanggung jawab membangun masyarakat biofilia, terutama dalam bidang
penegakan hukum dan politik kesejahteraan. Yang paling jelas adalah
pemerintah harus bertanggung jawab menyejahterakan rakyat. Akses
kebutuhan minimum untuk hidup bermartabat harus terjamin.
Karena
itu, ketidakadilan harus dihapus. Kehidupan bermartabat tak berkembang
dalam kondisi eksploitatif. Namun, kesejahteraan dan keadilan saja tidak
cukup kondusif untuk perkembangan biofilia. Harus ada atmosfer yang
kondusif bagi kebebasan “dari” dan “untuk”. Bukan hanya bebas dari
penindasan, tetapi juga bebas untuk berkreasi, berimajinasi,
berpetualang.
Kebebasan
yang tak melanggar kebebasan pihak lain untuk melakukan hal yang sama
menuntut sikap aktif dan tanggung jawab. Tanpa kebebasan seperti itu,
kreativitas warga tak berkembang. Maka, pemerintah wajib melindungi
warga dari legislasi yang membatasi kebebasan secara berlebihan dan
dalam jangka panjang menghasilkan anggota masyarakat bermental
legalistis.
Maka,
pemerintah bertanggung jawab memberdayakan rakyat agar produktif dan
tidak konsumtif. Rakyat harus difasilitasi dan diberi insentif untuk
berproduksi. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab melindungi
warga terutama kalangan buruh dari diperalat demi tujuan-tujuan lain di
luar dirinya. Hidup dengan martabat adalah karakteristik masyarakat
biofilia.
No comments :
Post a Comment